Nama Ku Paen...Aku adalah putra tunggal, hoby Ku berkebun. Lahan pemeberian Ayah adalah tempet Favorit Ku bekerja.
Berbeda dengan Teman ku, dulu semenjak tamat SMA, mereka memilih lanjut ke perguruan Tinggi sedangkan saya memutuskan untuk tidak melanjutkan karena keterbatasan ekonomi.
saya memilih untuk tetap di kampung membantu orang Tua, mencari makanan sapi, mengabil makanan babi dan menyiang rumput di kebun kopi adalah pekerjaan rutin ku.
Hampir Setiap hari saya menghabiskan waktu di kebun.
Lain dengan Nimbar, dia adalah Anak tunggal dikeluarga berada di desa kami.
Kebetulan Nimbar adalah teman sebangku saya saat SMA dulu. Aku dan Nimbar sama- sama Anak tunggal. Saat ini, Nimbar berada di luar kota, melanjutkan pendidikan manajemennya.
Maklum, mereka termasuk kategori orang kaya di desa kami, memiliki mesin perontok padi, mesin giling padi, giling kopi, tracktor dan mereka juga memiliki beberapa unit kendaraan, nah itu dia kategori orang kaya di Desa kami.
Nimbar itu Teman sebangku saya yang baik, ramah dan penyayang, sewaktu-waktu saya sering meminjamkan pulpen padanya, saat mata pelajaran matematika, dia selalu memilih kelompok yang sama dengan ku.
Saat Guru tidak masuk kelas kami selalu bersendaguarau, tukar ceritra, bahkan dia tak sungkan-sungkan menumpahkan curahan hatinya kepada saya, Biasa... Yah.. seputar Cita-cita, rutinitas Harian di Rumah dan Pokoknya banyak deh..
Serasa ada yang kurang ketika antara Saya dan Nimbar ada yang tidak masuk sekolah, Tak tau alasanya apa.
Kedekatannya membuat saya semakin Luluh dan terpesona, Bunga-bunga Cinta bermekaran direlung Jiwa, disekolah, dirumah, dikebun... Nama Nimbar selalu terbesit dalam Benak Ku. Nama Nimbar seakan menjadi primadona yang membuat saya semangat untuk bekerja dan belajar, tidak hanya itu, saat melewati turun-naik bebukitan dari kebun, Nama Nimbar selalu kusebut Dalam hati agar menambah stamina dan kekuatan, pokoknya Demi Nimbar........
“KARENA RASA TAK PERNAH BOHONG” Bukan sekedar iklan Kecap Malika kedelai Hitam yang dirawat dengan sepenuh Hati.
Kini cinta ku kepada Nimbar tak bisa dibohong dan Benar-benar dari hati dan tak terbendung lagi hingga diasuatu ketikan saya berencana untuk “menembaknya”.
Semuanya kusiapkan yang terbaik untuk Nimbar, mulai dari cara bicara, kata-kata, hingga expresi wajah, telah kuperagakan depan cermin lemari di rumah Ku.
Keesokan hari jam 06: 30 dengan semangat sayapun berangkat sekolah, di sekolah, Nimbar sudah menunggu pojok Gedung dekat lapangan basket.
Paras cantik, alis mata lentik, lesung pipi, kulit mulus dan bersih adalah ciri khas Nimbar dan itu semua membuat saya semakin dag-dig-dug di depanya.
Sebelum saya mendekat ke Nimbar untuk mengungkapkan isi hati, tiba-tiba Bel tanda Masuk sekolah berbunyi, 3x kuhelai napas dan tiba-tiba berubah pikiran, saya lebih memilih menyelamatkan pertemanan kami dari pada menajadikan Nimbar sebagi kekasih hati saya.
Lagipula seandainya Nimbar menolak saya, itu artinya saya sudah menghancurkan pertemanan kami. Jadi, teman saja sudah cukup.
Sejak saat itu, niat Ku kukubur dalam-dalam hingga selesai SMA, dan Nimbar Pergi lanjud studi keluar kota, saya tetap menyimpan niat saya itu dalam.
Pada liburan 2 tahun kemarin, Nimbar baru saja pulang dari luar kota untuk berlibur, Dia terlihat tambah cantik saja rupanya.
”Tinggal di kampung saja sudah seperti artis, apalagi tinggal di kota, ibarat bidadari dari kayangan saat terbang, sayapnya patah dan jatuh di kampung kami,” pikir ku dalam hati.
Saat itu saya mencoba untuk mendekati Nimbar, namaun ada yang kurang beres dengan hubungan pertemanan kami, bukan karena Nimbar, tetapi orang tuanya tidak senang ketika Nimbar bertegur sapa dengan Ku.
Sekali-sekali ketika dia bertamu ke rumah saya sangat terlihat jelas ekspresi wajah sinis dari kedua orang tuanya.
Memang tidak bisa disalahkan orangtuanya, bayangkan saja, Nimbar sebentar lagi wisudah, namanya bertamabah. Sedangkan saya..? menghafal musim panen kopi atau menebak turunya hujan pertama mungkin bisa saya lakukan, tetapi mendekati Nimbar, merupakan itu hal tersulit bagi ku saat itu.
Minder adalah kata yang tepat untuk saya saat itu, niat saya untuk hidup bersama Nimbar semakin dalam ku simpan..kini Nimbar hanya menjadi khyalan waktu senggang atau saat mencari rumput sapi di kebun.
Sebagai manusia, kita boleh-boleh saja membuat rencan namun, rencana Tuhan di atas segala-galanya, rencana Tuhanlah yang sempurnah.
Berbeda dengan liburan sebelumnya, liburan tahun kemarin Nimbar pulang ke kampung. Terlihat pintu rumahnya selalu tutup, tidak seperti biasanya,
Saya curiga ada yang tidak beres dengan Nimbar, kebetulan waktu itu sedang ada pendemi covid 19.
Pikiran saya pun tidak tenang seperti ada kontak batin dan memberikan petunjuk bahwa Nimbar sedang tidak baik-baik saja.
Haripun berlalu, terlihat aktifitas yang tidak seperti pada biasanya, di rumah Nimbar hanya terdengar suara pada malam hari saja, sedangkan siang hari, layaknya rumah yang tak berpenghuni.
Karena mencurigakan, atas persetujuan Pemerintah setempat bebrapa orang SATGAS Cov. 19 berniat untuk meggledah rumah Nimbar, tak lama kemudian, merekapun menemukan sehelai surat di tas Nimbar, dalam surat itu menuliskan bahwa Nimbar saat itu terpapar COVID-19.
Tak lama berselang berita tersebut menyebar hingga ke pelosok desa, masyarakat yang panik, serta praturan desa mengahruskan keluarga Nimbar untuk menjalankan isolasi Sesuai PROKES.
Berbicara soal Nimbar membuat saya seakan membuka lagi file-file kusam yg telah kupendam sekian lama. Hati saya luluh-lanta hancur berkeping- keping, harapan dan impian musnah seketika. Corona virus itu berbahaya.
Tidak ada jalan kesembuhan ketika sudah terpapar virus itu, Itulah pikiran yang terlintas dalam benak saya.
Desa kami kejam, Lebih kejam lagi dari orang tuanya Nimbar yang melarang Nimbar untuk dekat dengan saya.
Tak mau ambil pusing, sesuai prokes Nimbar dan keluarga harus diisolasi di tempat yang disediakan, Yah itu dia Ruang sekolah yg Lama sdh tak dipakai adalah tempat untuk isolasi pasien COVID.19.
Ini kesempatan emas saya untuk mendekati Nimbar yang kebetulan lokasi kebun kami berdekatan dengan tempat itu.
Selama kegiatan isolasi berjalan, saya sering memantau Nimbar dan keluarga , tetap memakai masker jahitan mama serta tidak pernah lupa mandi selepas menjenguk keluarganya.
Tak sedikit wagra yang menghujat saya karena dekat dengan Nimbar saat pandemi tersebut, apalgi Nimbar adalah Pasien COVID.19.
Saya tidak pernah menggubris kata mereka tentang saya, bagi saya, hidup namun tidak bersama Nimbar adalah Sia-sia, sedangkan mati bersama Nimbar adalah Takdir.
Takalah petugas memriksa kondisi Nimbar dan keluarga dan kondisipun semakin membaik.
Kubulatkan tekad untuk selalu bersama Nimbar dalam suka dan duka, cinta yang dahsyat menghancurkan maut menghadang sekejap.
Kini hampir setiap hari saya pergi menjenguk Nimbar. Obat- obatan dari medis diperkuat oleh obat tradisi racikan saya sendiri, berkat pengalaman saya lima tahun lalu diaman semua ayam ku dirumah mati karena terkena virus. Hehehehehehe.....
Untuk virus, proses inkubasi dan siklus hidupnya pada umunya hampir sama, baik itu hewan ataupun manusia, pemahaman saya seperti itu tentang virus.
bagi saya menyembuhkan Nimbar adalah hal terpenting saat itu. Atas persetujuan bapak dan mama, saya menjual seekor sapi kesayangan Ku untuk membeli obat yang disarankan petugas kesehatan di pusat kota.
bebrapa
hari kemudian Nimbar dan keluarga menjalankan test PCR Untuk mendeteksi
COVID-19, dan hasilnya negatif.
Betapa senangnya hati ini, Nimbar dan keluarga sudah bisa Pulang ke Rumah..
Tak mau membuang kesempatan, tanpa basa-basi, sayapun mengungkapkan isi hati saya ke Nimbar dengan memgang tangannya, saya berusaha tenang menghadang dentuman dag-dig-dug jantung yang membahan, berusaha menggali prasaan yang telah kukubur dalam- dalam selama bertahun-tahun lamanya.
Kuceritrakan kepadanya apa adanya awalnya Nimbar tidak berkata apa-apa, hanya linangan air mata tanda kepasrahan terpancar dari wajahnya, terakhir dengan yakin dia berkata bahwa dirinya sudah sejak lama mengharapkan kata-kata ini dari saya.
sejujur Nimbar ternyata tulus mencintai saya, dia mengaku bahwa selama di luar kota, dia tak merelahkan orang lain singgah di hatinya. Aku dan Nimbar memiliki rasa yang sama, sama-sama saling mencintai, namun Jarak dan situasi sosialah yang hampir merenggut semuanya.
Urat-urat merah di wajahnya, serta kulit mulus dan bercahaya membuat saya yakin bahwa belum ada lakai-laki yang pernah singgah di hatinya, benar..!!! Nimbar masih seperti yang dulu, masih suci dan bersinar, kecantikan dan kelemahlembutanya sungguh membuat saya luluh.
Tak lama berselang tiba-tiba orang tua Nimbar datang, gerakan reflek saya melepas tangan Nimbar, sungguh cepat namun tatapan si Ayah Nimbar Lebih cepat dari itu semua, saya sebenarnya pasrah dengan Ayah Nimbar, rasa dalam hati dan pikiran saya bercampur aduk sebelum saya berani meminta izin ke orang tua Nimbar untuk menikahinya dalam waktu yang akan datang.
Tatapan tajam ciri khas ayah Nimbar membuat saya tak yakin, namun di akhir dia berkata bahwa laki-alaki seperti saya pantas mencintai dan dicintai oleh Nimbar, kata Ayahnya...
saya bahagia mendengarnya.
Beberapa menit kemudian petugas kesehatan datang, dan mnginformasikan bahwa besok Nimbar dan keluarga akan dipulangkan ke rumah.
Sebelum pulang kami mengikuti
Rapid Test kesekian kalinya, dan hasilnya Negativ
Di rumah, saya tak sabar menemui Bapa dan Mama saya dan menceritrakan semuanya, Ayah pun menyetujuinya.
“Nimbar, Cinta ku Kokoh mengalahkan tingginya Golo Mbengan, Deras seperti Aliran Wae Mokel, Ingin Ku teriakan Namamu dari Ketiggian Golo Robo’ agar Dunia Tau, Aku mencintai Mu seutuhnya, aku mencintai Kelebihan dan Kekurangan Mu. tak usah khawatir tentang masa depan kita, kebun kopi di Wae Watu, Karang, wae Siko’, eta Kebe’ adalah milik kita Aku berjanji untuk mengikhlaskan sisa hidupku bersama Mu.”
Atas usaha dan kerja keras Paen, demi mendapatkan Nimbar Minggu depan Paen dan Nimbar akan melangsungkan pernikahanya.
Sebagai pembaca yang setia hingga akhir ceritra anda diundang untuk turut membahagiakan kedua mempelai.
Penulis : Kristo Sapang
Komentar
Posting Komentar