![]() |
Aliran wae mokel |
Alkisah Pada Suatu Ketika di Manggarai
Timur tepatnya daerah di Mukun, hiduplah seorang Kakek dan Bernama Mokel. Mekas
Mokel adalah seorang yang suka berkelana dari suatu Gunung ke gunung yang
lainya. Hingga pada Suatu ketika dia mendapat petunjuk dari alam untuk berkelana
di sekitaran Puar mese Colol dan berakhir di Daerah Poso Nembu, karena
Ketaatan dan kepercayaanya akan kekuatan Alam Semesta, Dia mulai bertapa didaerah
tersebut.
Berkat ketaatan, kepercayaan dan
kebijaksanaanya, dia bertapa sangat lama disana. Alampun tak ingin mengecewakanya,
dalam mimpinya dia mendapatkan petujuk sebagai jelmaan dari alam semesta. Hari
demi hari Ia lewati, layaknya Seorang yang menyatu dengan alam, dia menyerahkan hidup
sepenuhnya kepada alam. Hingga pada suatu malam, dia bermimpi berada di hutan
lebat dan mendengarkan dentuman keras lalu mengglegar suara mistrius:
“berjalanlah ke tempat-tempat yang penting
menurut mu! bawalah bekal sebanyak
mungkin, selipkan bulir-bulir padi setiap tanah yg engkau lewati, agar engkau
tidak tersesat. Dalam perjalanan mu, akan banyak penolakan dari orang-orang yg
engkau jumpai”
Mekas
mokel terbangun dan penuh kebingungan tentang arti mimpinya. Dia sangat percaya
bahwa alam penuh misteri dan kekuatan, beberapa hari dia mengumpul dan menampung
bekal hendak berpindah dari tempat itu, pada waktunya tiba dia berjalan ke arah
selatan kampung Rembong, menuju ke Golo Ndalo, karena jalannya sangat terjal
dan banyak tebingnya, sesampainya di golo ndalo dia memilih untuk jalan di sepanjang
ngarai saja, disana dia melepas beberpa bulir padi dari genggamanya.
Mekas Mokel berjalan sangat lambat, liku-liku lembah, ngarai hingga pegunungan ia lewati dengan penuh harapan akan mendapat petunjuk dari alam tentang arti mimpinya. Tepat pada pertengahan hari ( kira- kira
jam 12 siang) dia sampai di Paang Leleng dan beristrihat disana beberapa menit dengan harapanya akan melanjudkan perjalananya menuju ke repot kelly, Liang lokat dan menuju Ke Peot. Setelah
sekian menit dia beristirahat, dia melihat seekor anjing. Anjing tersebut menggonggonya
sambil melihat ke kiri dan ke kanan, dia melihat 2 orang pemburu lengkap dengan
tombok di genggamanya berjalan menuju ke arahnya.
“Ini
adalah wilayah kami, jangan kau melwati daerah ini apalagi mengambilnya dari kami atau bilah tombak ini akan
bersarang diperut mu. Sekarang pergilah dari sini, jalanlah ke timur sana!”
Mekas mokel mengambil tongkat dan tas
dari kulit kayunya dan berjalan menuju ke timur, dari sana dia kembali berjalan
melalui Ras, Reput, Pepe, Nimbar, Angir dan tor karena
banyak liku-liku jalan, di setiap daerah tersebut dia selipkan bebrapa bulir
padi agar tidak tersesat, hingga sampai di liang mareng, perutnya muali terasa lapar dan disana dia makan siang. Disana sangat rimbun hutanya
dan jarang sekali binatang buas berada sana. Tak sengaja beberapa bulir padi
terjatuh disana. Setelah selesai makan siang dia melanjudkan perjalanannya sampai
di Dedol, matahari sudah mulai merona tanda malam tiba, Dia naik ke Liran, kampung kecil tepat
Di lereng bagian timur golo Mbengan. Dia beristirahat disana selama satu
malam dan keesokan harinya dia mulai melajudkan perjalananya menuju ke Ramut,
baskom, gunung, hingga tembus ke daerah Bendera, rogho bangan, suking. Setiap
daerah ini dia selipkan beberapa bulir padi, hingga berakhir pong liang
dan bleng. Disana padinya habis di berjalan tanpa jejak dan mengikuti
lembah saja.
Lembah, ngarai sudah dia lalui dengan penuh Kesabaran, namun dia tak memahami arti dan tujuan dari semua itu, sejujurnya mekas mokel tidak mengerti apa yg dititiskan alam kepedanya.
Perjalananya berakhir di Wae lengga karena sudah berbatasan dengan pantai. Disana dia kembali bersemedi dan meminta petunjuk alam hingga tepat pada jam 3 subuh, Alam mulai menujukan arti dari titahnya kepada mekas mokel.
Sepanjang jejak perjalananya alam mengalirkan sungai Besar dangan air jernih dan sejuk, tumbuhan hijau dan pepohonan tumbuh rimbun dan subur disekitarnya, itu sangat menghidupkan. setiap Buliran padi yang ditinggalkan menjadi hamparan sawah yang luas, serta menjadi sumber kehidupan bagi setiap makluk yang haus dahaga. Untuk mengenang namanya, sungai Itu diberi nama Wae Mokel.
Sekian
Alur ceritra ini hanya fiktif dan imajinatif, namun ada fakta menarik yaitu nama tempat yang benar-benar nyata. Andakan saja Mekas Mokel tidak bertemu pembutu, pastinya aliran Mae Mokel akan menuju ke Peot dan sekitarnya.
fakta unik lainnya yang dialami penulis yaitu setiap jam 3 subuh suara/ bisingan dari aliran Wae mokel seakan mengglegar kencang. Hal ini dialami ketika pada saat penulis menginap di sawah dekat aliran wae mokel, nah berdasarkan ceritra tadi ternyata jam 3 subuh adalah jam dimana alam menujukan kebesaranya dengan manglirkan wae mokel untuk pertama kalinya sepanjang Jalur tadi.
Ceritra ini tidak merujuk pada siapapun, suku apapun. Apabila ada kesamaan nama, secara lansung penulis menginformasikan bahwa rujukan dari Ceritra ini adalah Wae Mokel.
Persembahan khusus untuk ikatan kelaurga Wae Mokel-surabaya.
![]() |
Penuls: Kristo Sapang |
Komentar
Posting Komentar